Selasa, 03 November 2015

Sang Pangeran Kodok

Sangat berat aku untuk melangkah, melangkah menuju ruang kelas dimana aku harus belajar. Aku masuk sekolah Aliyah di Bandung. Aku tak pernah ingin masuk ke sekolah ini, tapi orangtuaku memaksaku untuk masuk ke sekolah ini. Hari pertama aku harus menjalankan tes tulis sendirian, karena yang lain sudah masuk dan matrikulasi. Ya, aku bias mengikuti tes itu karena ibuku seorang guru di sekolah tersebut.

Esoknya aku masuk untuk mengikuti matrikulasi. Aku melihat seorang pria. Dia sangat cukup membuatku tertegun. Tapi aku tahu perasaan ini salah. Karena pada saat itu aku masih mempunyai kekasih. Aku harus menjaga perasaanya. Tapi mataku tak bias berbohong. Mataku tak bisa lepas darinya. Setiap hari ku selalu menatapnya, dan mulai mencari tahu tentang dirinya. Tidak lama kemudian aku pun putus dengan kekasihku. Entah mengapa aku mengambil keputusan itu. Mungkin aku sudah merasa tidak nyaman dengannya. Tapi ini bukan karena pria itu.

Hari demi hari aku lalui dengan bersekolah seperti yang lainnya. Perlahan aku mempunyai banyak teman. Dan aku mulai merasa nyaman bersekolah di sekolah ini. Lagi-lagi aku menatapnya. Menatapnya begitu lama. Entah ini hanya sekedar kagum atau apa aku pun tak mengerti. Aku selalu mengajaknya bercanda tapi dia selalu bersikap dingin denganku. Aku tak mengerti mengapa dia bersifat seperti itu.

Saat itu aku sedang berdiri di balkon sekolah. Aku menatap pria itu dari atas, dia sangat lihai menendang dan mengoper bola itu. Dengan keringat yang turun dari dahinya itu semakin membuatnya terlihat keren. Bahkan siswi di sekolah ini mungkin hampir semuanya kagum padanya.

"Venus!! bengong aje lo, lagi liatin siapa sih?" Fiona, dia adalah teman dekatku di kelas sekaligus teman sebangku ku.

"E..eh, apa Fi? engga ko gua ga lagi ngeliatin siapa-siapa."

"halah ga usah bohong gitu deh, jangan-jangan lo ngeliatin.."

"hah ngeliatin siapa maksud lo?"

"negliatin..."

"ngeliatin siapa??"

"Ngeliatin Agus!! hahahahahaha." Tawa pun tak tertahankah. Aku langsung menatap temanku ini.

"Apa sih, ga lah masa gua ngeliatin si Agus."

"Barangkali aja gituuu.."

"Engga Fiona engga!! udah ah gua mau masuk, mau makan laper nih, lo mau ga? gua bawa makanan nih di bawain sama mommy."

"wiih boleh boleh.."

Untung Fiona tidak mengetahuinya. Karena aku hanya ingin Tuhan dan hatiku yang tahu tentang perasaan ini.


Sinar sang fajar telah berubah warna menjadi oranye. Senja telah tiba, matahari mulai terbenam. Bayang pria itu masih ada di benak ku. Senyuman khas nya itu, yang selalu membuat aku terpana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar